Monday, 15 July 2019

Kenapa ada UKT & BKT | Apa Itu Uang Kuliah Tunggal (UKT) & Biaya Kuliah Tunggal (BKT)

Uang Kuliah Tunggal atau yang dikenal dengan sebutan UKT, akhir-akhir ini menjadi perbincangan panas dikalangan civitas akademika di seluruh kampus di Indonesia, tak terkecuali di ITS. Kebijakan ini mengatur tentang regulasi seluruh pembayaran uang kuliah yang dibebankan kepada masyarakat untuk diringkasmenjadi satu kali pembayaran tiap semester hingga lulus. Sesuai dengan suratedaran Dirjen Dikti Nomor 97/E/KU/2013, kebijakan ini akan diterapkan padatahun akademik 2013/2014 untuk mahasiswa baru program S1 (reguler). Kini semuakampus telah bersiap-siap menerapkan UKT termasuk ITS.

Landasan Hukum UKT dan Perumusannya

Berdasarkan surat edaran Dirjen Dikti Nomor 97/E/KU/2013 tertanggal 5 Februari 2013, menginstruksikan kepada seluruh Perguruan Tinggi di Indonesia untuk melakukan 2hal yakni :
  1. Menghapus uang pangkal bagi mahasiswa baru program S1 Reguler mulai tahun akademik 2013/2014.
  2. Menetapkan dan melaksanakan tarif Uang Kuliah Tunggal bagi mahasiswa baru S1 Reguler mulai tahun akademik 2013/2014.
Sebelum muncul surat edaran tersebut, Dirjen Dikti juga telah mengeluarkan beberapasurat edaran lainnya yang konon masih berhubungan dengan UKT. Tanggal 4 Januari 2012, Dikti mengeluarkan surat edaran No.21/E/T/2012 tentang Uang Kuliah Tunggal. Selanjutnya muncul surat edaran lainnya No. 305/E/T/2012 tertanggal 21 Feb 2012 tentang Larangan MenaikkanTarif Uang Kuliah. Dilanjutkan dengan surat edaran No. 488/E/T/2012 tertanggal21 Maret 2012 tentang Tarif Uang Kuliah SPP di Perguruan Tinggi.

Kebijakan UKT pada dasarnya merupakan implementasi dari Undang-Undang No. 12 Tahun 2012 tentang Perguruan Tinggi (UU PT) yang yang terbit pada bulan Agustus 2012. Saat ini UU PT tersebut sedang dilakukan proses Judicial Review di Mahkamah Konstitusi. Salah satu bukti kuat bahwa UKT merupakan implementasi dari UU PT adalah tentang perumusan penentuan Biaya Kuliah Tunggal (BKT) yang dipengaruhi oleh indeks yang tertuang pada pasal 88 ayat 1. BKT merupakan nominal biayakuliah (sebenarnya) yang diperoleh dari rata-rata unit cost Perguruan TinggiNegeri (PTN) dikalikan dengan K1, K2, dan K3 yang masing-masing merupakan indeks dari capaian Standar Nasional Pendidikan Tinggi, jenis program studi(prodi), dan kemahalan wilayah.

BKT= Rata-Rata Unit Cost X (K1) X (K2) X (K3)

Indeks capaian Standar Nasional Pendidikan Tinggi dipengaruhi oleh satuan standar yang meliputi standar nasional pendidikan, ditambah dengan standar penelitian, dan standar pengabdian kepada masyarakat. Hal ini tercantum dalam UU PT ayat 1 pasal 18.Untuk nominal indeks jenis program studi dan kemahalan wilayah memiliki variasiyang berbeda. Dalam hal ini, rata-rata unit costPTN yang telah dihitung diperoleh angka sebesar Rp.5,08 juta. Untuk mendapatkannominal tarif UKT maksimal, maka BKT tersebut akan dikurangi Bantuan Operasional Perguruan Tinggi Negeri (BOPTN).



UKT= BKT – BOPTN

Dari perumusan tersebut, tentunya masing-masing Perguruan Tinggi akan memiliki tarif UKT maksimal yang berbeda, bahkan perbedaan tersebut juga bisa terjadi di setiap prodi atau jurusan dalam satu Perguruan Tinggi.


Rencana Penerapan Kebijakan UKT di ITS

ITS merupakan salah satu kampus dengan biaya kuliah termurah dibandingkan dengan Perguruan Tinggi Negeri lainnya. Sistem pembayaran biaya kuliah di ITS menganut sistem paket yang dibayarkan setiap semesternya dan terdapat beberapa biaya yang harus dibayarkan di awal masuk dan diakhir menjelang wisuda. Secara umum, terdapat lima biaya yang harus dibayar oleh peserta didik ITS selama kuliah, yaitu : SPP yang dibayarkan per semester bersama iuran Ikatan Orang Tua Mahasiswa (IKOMA), SumbanganPengembangan Institusi (SPI) dan biaya Informasi dan Pengenalan ITS (IPITS) yang dibayarkan di awal ketika telah diterima sebagai mahasiswa ITS, dan biayauntuk keperluan yudisium yang dibayarkan sebelum prosesi wisuda. Jika UKTditerapkan, maka tidak akan ada lagi sistem pembiayaan seperti yang dijelaskan diatas dan hanya membayar tarif UKT yang telah ditentukan setiap semester.

ITS telah menyelesaikan seluruh perhitungan dan persyaratan yang akan dijadikan landasan DIKTI dalam menentukan tarif maksimal UKT. Seluruh prodi di ITS di kategorikan di dalam rumpun keilmuan yang sama yakni sebagai engineering dengan indeks jenis program studisebesar 1,76. Capaian Standar Nasional Perguruan Tinggi ITS dinilai DIKTI memperoleh indeks 1. Secara geografis, ITS berada di Surabaya yang kemudian dikenakan indeks kemahalan wilayah sebesar 1. Dari indeks-indeks tersebutdikalikan rata-rata unit cost PTN, maka diperolehlah BKT ITS sebesar Rp.8,935juta. Jika BKT tersebut kemudian dikurangi BOPTN yang diperoleh ITS, maka tarif UKT maksimal ITS adalah Rp.7,5 juta.

Menurut informasi yang diperoleh darirektorat, ITS berencana menerapkan sistem UKT berjenjang yang terdiri atas 8 kategori, yaitu :
·        Kategori 1 tidak dikenakan tarif UKT.Kategori ini untuk mahasiswa yang masuk melalui program bidikmisi.
·        Kategori 2 dikenakan tarif UKT sebesarRp.500 ribu.
·        Kategori 3 dikenakan tarif UKT sebesarRp.1 juta.
·        Kategori 4 dikenakan tarif UKT sebesarRp.2,7 juta
·        Kategori 5 dikenakan tarif UKT sebesarRp.4 juta
·        Kategori 6 dikenakan tarif UKT sebesarRp.5 juta
·        Kategori 7 dikenakan tarif UKT sebesarRp.6 juta
·        Kategori 8 dikenakan tarif UKT sebesarRp.7,5 juta

Prosentase mahasiswa yang akan masuk dalam kategori tersebut akan ditentukan melalui proses verifikasi berdasarkan parameter-parameter tertentu. Namun sejatinyakategori-kategori tersebut masih berupa rencana yang diajukan ITS. Seluruhketetapannya menunggu kepastian dan persetujuan dari DIKTI dan peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan yang sejatinya dijanjikan selesai tanggal 25 Maret2013.

Pada dasarnya, jika melihat perumusan formulasi UKT, maka sejatinya kita sepakat bahwa kebijakan UKT ini sangat bergantung kepada BOPTN. Namun entah mengapa hingga saat ini BOPTN tidak kunjung turun. Hal ini menyebabkan keuangan ITS mengalami defisit sebesar Rp.39 Milyar. Selain itu, terdapat pula kesaksianlain dibidang keuangan ITS bahwa penyusunan anggaran BOPTN untuk tahun ini yang dilakukan pada bulan Oktober 2012 yang lalu, tidak mempertimbangkan transisi menuju UKT. Maka secara ideal bisa dipastikan bahwa untuk tahun ini defisit ITS tidak akan tertutupi oleh BOPTN. Hal ini berdampak kepada adanya kemungkinan besar penghapusan kegiatan-kegiatan kemahasiswaan dan program lainnya yang biasanya diperoleh melalui dana SPI. 


Pendapat Masyarakat Mengenai KebijakanUKT

Padatanggal 31 Maret 2013 yang lalu, BEM ITS mengadakan aksi simpatik dan jaring aspirasi ke masyarakat Surabaya tentang kebijakan UKT. Aksi ini didahuluidengan aksi simpatik dan kemudian dilakukan pencerdasan ke masyarakat. Kegiatan ini ditutup dengan jaring aspirasi dan penyebaran kuisioner secara random.
Hasilnya, kebijakan UKT ini nyatanya masih belum dirasa ‘membumi’ oleh sebagian masyarakat Surabaya. Sebesar 55,56% masyarakat masih belum mengetahui kebijakan UKT yang akan dilaksanakan pada tahun akademik 2013/2014. Sisanya telah mengetahui melalui media cetak dan social media di dunia maya. Selain itu,72,3% menyatakan tidak setuju dengan penerapan sistem UKT dan 80,55% lebih menyukai sistem pembayaran SPP non UKT.

Waktu transisi persiapan implementasi UKT sudah semakin sempit. Belum lagi seluruh Perguruan Tinggi masih rancu dan menunggu kepastian hukum yang dijanjikan olehMenteri Pendidikan dan Kebudayaan.


Kritisasi Kebijakan UKT

1. Adanya beberapa pelanggaran administratif hukum dalam regulasi kebijakanUKT ini, yaitu :

a. Terbitnya Surat Edaran Dirjen Dikti No. 21/E/T/2012 tertanggal 4 Januari 2012, No. 305/E/T/2012 tertanggal 21 Feb 2012, dan No. 488/E/T/2012 tertanggal 21 Maret 2012 tidak memiliki landasan hukum. Hal ini dikarenakan Surat Edaran tersebut terbit sebelum Undang-Undang No.12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi yang dijadikan landasan kebijakan UKT. UU PT sendiri,terbit pada tanggal 10 Agustus 2012.

b. Adanya proses abnormal dalam penyusunan pola regulasi hukum terhadap kebijakan UKT. Hal ini ditandai  dengan munculnya Surat Edaran sebelum diterbitkannya Peraturan Menteri atau regulasi hukum lainnya yang lebih mengikat di bawah Undang-Undang. Pada dasarnya, Surat Edaran tidak bersifat mengikat dan hanya bersifat himbauan yang boleh tidak dilaksanakan oleh PTN. Namun muncul statement ancaman yang berlandaskan kekuasaan oleh Dirjen Dikti bahwa jika ada PTN yang tidak siap mengimplementasikan UKT, maka BOPTN tidak akan dicairkan ke PTN tersebut. Dalam hal ini kita juga perlu mempertanyakan bagaimana substansi Peraturan Menteri yang dijanjikan akan selesai tanggal 25 Maret 2013. Disinyalir Peraturan Menteri ini hanya bersifat menetapkan hal-hal teknis dalam pengimplementasian kebijakan UKT.

c. Jika berdasarkan Surat Edaran Dirjen Dikti Nomor 97/E/KU/2013 tertanggal 5 Februari2013, maka jelas bahwa objek penerapan kebijakan ini hanya diperuntukkan bagi S1 Reguler. Namun faktanya, Diploma juga turut dilibatkan dalam implementasi kebijakan UKT.

2. Jika menilai dari formulasi kebijakan UKT, maka kita dapat menyimpulkan :

a. Kebijakan ini sangat tergantung kepada BOPTN. Padahal BOPTN itu sendiri terjebak dalam prosedural administratif yang birokratis dipemerintah pusat. Faktanya, banyak BOPTN di PTN yang tidak cair tepat waktu. Hal ini membuat pengelolaan operasional Perguruan Tinggi kurang adaptif.

b. Kebijakan ini akan berpihak kepada Perguruan Tinggi yang memang sudah besar dan baiknamun tidak memberikan pembinaan kepada Perguruan Tinggi yang kecil. Hal ini bisa dinilai dari kesesuaian BKT dan BOPTN. BKT yang tinggi tentu memiliki konsekuensi BOPTN yang besar, Sedangkan perumusan BKT tergantung kepada parameter-parameter tertentu yang tidak mendukung Perguruan Tinggi yang kecil.

3. Perlu kita ketahui bersama bahwa sebenarnya tanggal 2 Juni 2012 dilakukan rapat oleh Dikti bersama para Rektor PTN untuk mensosialisasikan perumusan BOPTN dalam konteks transisi menuju UKT. Namun, perancangan BOPTN untuk tahun 2013 disusun pada Bulan Oktober 2012. Pada saat penyusunan tersebut, belum diketahui berapa besaran tarif UKT yang akan dikenakan untuk setiap PTN. Sehingga hal ini dapat membuat terjadinya defisit pada finansial di PTN walaupun BOPTN telah cair. Hal ini dapat mencerminkan bahwa sejatinya terdapat keterlambatan perumusan kebijakan tentang UKT.
4. Perumusan parameter untuk mengklasifikasikan kemampuan orang tua dalam membayar tarif UKT masih dipertanyakan. Mampukah merepresentasikan sebuah keadilan?

5. Berapa tarif UKT yang ditetapkan diawal oleh ITS sebelum dilakukan proses verifikasi? Akankah ITS mengambil tarif tertinggi atau terendah? Butuh kejelasan mengenai hal itu.

6. Muncul pernyataan bahwa iuran IKOMA dan iuran-iuran lainnya yang tidak termasuk dalam biaya operasional masih tetap akan diberlakukan. Apakah dibenarkan hal yang demikian mengingat tujuan dari kebijakan UKT adalah merampingkan seluruh biaya kuliah menjadi satu pintu tanpaada biaya-biaya lain.

7. Penerapan kebijakan UKT ini nyatanya hanya setengah hati. Hal ini ditandai denga masih diperbolehkannya jalur masuk kemitraan yang otomatis terdapat penarikan biaya SPI dalam nominal yang besar.

8. Jika membandingkan antara sistem SPP saat ini dengan sistem UKT, maka dapat kita peroleh bahwa sistem UKT akan memberatkan bagi mahasiswa yang waktu tempuh kuliahnya melebihi 8 semester. Jika kita analogikan bahwa sistem UKT merupakan seluruh biaya dari sistem saat ini SPP dan SPI yang dibagi 8 semester, maka jika terdapat mahasiswa yang waktu tempuh kuliahnya melebihi 8 semester, secara otomatis bisa dikatakan bahwa ia membayar SPI baru. Seharusnya SPI tersebut sudah selesai dalam arti dicicil hingga 8 semester. Faktanya, di ITS masih banyak beberapa prodi tertentu yang rata-rata kelulusannya melibihi 8 semester.

9. Benarkah kebijakan UKT lebih mempermudah pembiayaan uang kuliah untuk masyarakat? Sejatinya, UKT memang mempermudah diawal karena tidak ada uang pangkal yang besar. Namun untuk mengantisipasi beratnya pembiayaan diawal, ITS menerapkan kebijakan penundaan pembayaran SPI yang bisa dicicil hingga beberapa semester. Begitu pula dengan SPP yang bisa ditunda pembayarannya. Akan tetapi, jika diberlakukan sistem UKT, maka tidak akan ada lagi penundaan karena UKT merupakan biaya wajib yang harus segera dibayarkan (tepat waktu). Selain itu, tidak adanya penundaan juga untuk menjaga stabilitas sistem keuangan di ITS sebagai tindakan preventif ketika BOPTN tidak cair tepat waktu. Jika demikian, boleh dikatakan bahwa kebijakan UKT ini sebenarnya lebih mempermudah masyarakat dengan ekonomi menengah ke atas dan menyengsarakan masyarakat dengan ekonomi menengah ke bawah.
10. Entah mengapa kebijakan ini seakan-seakan harus diimplementasikan di tahun ini. Padahal menurut hasil survei, masih banyak masyarakat umum yang belum mengetahui tentang kebijakan UKT ini. Dalam sebuah kebijakan, tentu saja harus dilakukan sosialisasi secara intensif terlebih kepada kebijakan yang bersinggungan langsung dengan masyarakat.bagi Kamu yang ingin kuliah di perguruan tinggi negeri, pasti mendengar yang namanya Uang Kuliah Tunggal (UKT) atau Biaya Kuliah Tunggal (BKT). Namun kamu belum familiar dengan yang namanya “UKT dan BKT” ini padahal kalian harus sudah menggunakan sistem ini jika kuliah di PTN. Apa itu sebenarnya BKT dam UKT? Kita kita akan bahas satu-satu secara lengkapnya. Jangan khawatir, yuk mengenal apa itu UKT & BKT



Mengenal UKT dan BKT
Uang Kuliah Tunggal (UKT)
UKT adalah singkatan dari Uang Kuliah Tunggal, yang merupakan sebuah sistem pembayaran yang saat ini berlaku untuk seluruh Perguruan Tinggi Negeri (PTN) di Indonesia . Ketentuan ini diberlakukan berdasarkan Permendikbud No. 55 Tahun 2013 pasal 1 ayat 3, yakni setiap mahasiswa hanya membayar satu komponen saja per semester. Nah kalau BKT apa?
Biaya Kuliah Tunggal (BKT)
BKT atau yang disebut Biaya Kuliah Tunggal merupakan biaya keseluruhan operasional keseluruhan per mahasiswa setiap semesternya pada setiap program studi. Mengingat BKT yang terbilang cukup mahal, pemerintah memberikan bantuan operasional kepada setiap PTN dalam proses belajar mengajar yang disebut BOPTN (Bantuan Operasional Perguruan Tinggi Negeri).
Jadi UKT merupakan hasil dari BKT yang dikurangi BOPTN.
UKT = BKT – BOPTN.
Lalu, Apa Manfaat UKT bagi Mahasiswa?
UKT berfungsi memberi subsidi silang yang didasarkan pada kondisi ekonomi dan sosial orang tua/wali setiap mahasiswa. Jadi sistem ini mengacu kepada pendapatan orang tua mahasiswa, semakin tinggi pendapatan orang tua maka semakin tinggi pula UKT yang harus dibayar, sebaliknya semakin rendah penghasilan orang tua maka semakin rendah pula biaya UKT yang harus dibayarkan. Diharapkan dapat memberikan dampak pemerataan untuk setiap mahasiswa dan membantu mahasiswa yang berasal dari keluarga kurang mampu.
Bagaimana Cara Menentukan Besaran UKT?
UKT ditentukan berdasarkan penghasilan orang tua. Sebelum memasuki perkuliahan, calon mahasiswa akan disuruh untuk mengisi form online untuk menentukan nilai nominal UKT. Nilai UKT ditinjau dari pendapatan orang tua/bulan, gaji & tunjangan, luas tanah, banyak rumah, banyak mobil, banyak motor, juga pengeluaran seperti biaya hidup, biaya pendidikan anak dan sebagainya.
UKT Dibagi Menjadi Dua
UKT Berkeadilan
UKT berkeadilan, yaitu UKT yang ditentukan setelah mengisi form jadi ada beberapa kategori besarannya, dimulai dari kategori paling kecil Rp. 500 hingga kategori terbesar mencapai puluhan juta rupiah.

UKT Penuh
UKT penuh, bagi yang tidak ingin mengisi form-nya bisa langsung mengambil UKT penuh sehingga akan mendapat kategori paling besar.
Kapan UKT di bayar?
UKT dibayarkan setiap memulai awal semester baru. Dan TIDAK ADA lagi pemungutan biaya untuk gedung, SOP, BOP, SPMA, biaya KKN, wisuda, dll. Itu dikarenakan sudah diintregasikan di dalam UKT. Jadi kalau ada pemungutan biaya di atas, pertanyakanlah kepada dekan atau orang-orang terkait. Semoga membantu.


0 comments:

Post a Comment