Uang Kuliah Tunggal
atau yang dikenal dengan sebutan UKT, akhir-akhir ini menjadi perbincangan
panas dikalangan civitas akademika di seluruh kampus di Indonesia, tak
terkecuali di ITS. Kebijakan ini mengatur tentang regulasi seluruh pembayaran
uang kuliah yang dibebankan kepada masyarakat untuk diringkasmenjadi satu kali
pembayaran tiap semester hingga lulus. Sesuai dengan suratedaran Dirjen Dikti
Nomor 97/E/KU/2013, kebijakan ini akan diterapkan padatahun akademik 2013/2014
untuk mahasiswa baru program S1 (reguler). Kini semuakampus telah bersiap-siap
menerapkan UKT termasuk ITS.
Landasan Hukum UKT dan
Perumusannya
Berdasarkan surat
edaran Dirjen Dikti Nomor 97/E/KU/2013 tertanggal 5 Februari 2013,
menginstruksikan kepada seluruh Perguruan Tinggi di Indonesia untuk melakukan
2hal yakni :
- Menghapus uang pangkal bagi
mahasiswa baru program S1 Reguler mulai tahun akademik 2013/2014.
- Menetapkan dan melaksanakan
tarif Uang Kuliah Tunggal bagi mahasiswa baru S1 Reguler mulai tahun
akademik 2013/2014.
Sebelum muncul surat
edaran tersebut, Dirjen Dikti juga telah mengeluarkan beberapasurat edaran
lainnya yang konon masih berhubungan dengan UKT. Tanggal 4 Januari 2012, Dikti
mengeluarkan surat edaran No.21/E/T/2012 tentang Uang Kuliah Tunggal.
Selanjutnya muncul surat edaran lainnya No. 305/E/T/2012 tertanggal 21 Feb
2012 tentang Larangan MenaikkanTarif Uang Kuliah. Dilanjutkan dengan surat
edaran No. 488/E/T/2012 tertanggal21 Maret 2012 tentang Tarif Uang Kuliah SPP
di Perguruan Tinggi.
Kebijakan UKT pada
dasarnya merupakan implementasi dari Undang-Undang No. 12 Tahun 2012 tentang
Perguruan Tinggi (UU PT) yang yang terbit pada bulan Agustus 2012. Saat ini UU
PT tersebut sedang dilakukan proses Judicial Review di Mahkamah Konstitusi.
Salah satu bukti kuat bahwa UKT merupakan implementasi dari UU PT adalah
tentang perumusan penentuan Biaya Kuliah Tunggal (BKT) yang dipengaruhi oleh
indeks yang tertuang pada pasal 88 ayat 1. BKT merupakan nominal biayakuliah
(sebenarnya) yang diperoleh dari rata-rata unit cost Perguruan TinggiNegeri
(PTN) dikalikan dengan K1, K2, dan K3 yang masing-masing merupakan indeks dari
capaian Standar Nasional Pendidikan Tinggi, jenis program studi(prodi), dan
kemahalan wilayah.
BKT= Rata-Rata Unit
Cost X (K1) X (K2) X (K3)
Indeks capaian Standar
Nasional Pendidikan Tinggi dipengaruhi oleh satuan standar yang meliputi standar
nasional pendidikan, ditambah dengan standar penelitian, dan standar pengabdian
kepada masyarakat. Hal ini tercantum dalam UU PT ayat 1 pasal 18.Untuk nominal
indeks jenis program studi dan kemahalan wilayah memiliki variasiyang berbeda.
Dalam hal ini, rata-rata unit costPTN yang telah dihitung diperoleh angka
sebesar Rp.5,08 juta. Untuk mendapatkannominal tarif UKT maksimal, maka BKT
tersebut akan dikurangi Bantuan Operasional Perguruan Tinggi Negeri (BOPTN).
UKT= BKT – BOPTN
Dari perumusan tersebut,
tentunya masing-masing Perguruan Tinggi akan memiliki tarif UKT maksimal yang
berbeda, bahkan perbedaan tersebut juga bisa terjadi di setiap prodi atau
jurusan dalam satu Perguruan Tinggi.
Rencana Penerapan
Kebijakan UKT di ITS
ITS merupakan salah
satu kampus dengan biaya kuliah termurah dibandingkan dengan Perguruan Tinggi
Negeri lainnya. Sistem pembayaran biaya kuliah di ITS menganut sistem paket
yang dibayarkan setiap semesternya dan terdapat beberapa biaya yang harus
dibayarkan di awal masuk dan diakhir menjelang wisuda. Secara umum, terdapat
lima biaya yang harus dibayar oleh peserta didik ITS selama kuliah, yaitu : SPP
yang dibayarkan per semester bersama iuran Ikatan Orang Tua Mahasiswa (IKOMA),
SumbanganPengembangan Institusi (SPI) dan biaya Informasi dan Pengenalan ITS
(IPITS) yang dibayarkan di awal ketika telah diterima sebagai mahasiswa ITS,
dan biayauntuk keperluan yudisium yang dibayarkan sebelum prosesi wisuda. Jika
UKTditerapkan, maka tidak akan ada lagi sistem pembiayaan seperti yang
dijelaskan diatas dan hanya membayar tarif UKT yang telah ditentukan setiap
semester.
ITS telah
menyelesaikan seluruh perhitungan dan persyaratan yang akan dijadikan landasan
DIKTI dalam menentukan tarif maksimal UKT. Seluruh prodi di ITS di kategorikan
di dalam rumpun keilmuan yang sama yakni sebagai engineering dengan indeks
jenis program studisebesar 1,76. Capaian Standar Nasional Perguruan Tinggi ITS
dinilai DIKTI memperoleh indeks 1. Secara geografis, ITS berada di Surabaya
yang kemudian dikenakan indeks kemahalan wilayah sebesar 1. Dari indeks-indeks
tersebutdikalikan rata-rata unit cost PTN, maka diperolehlah BKT ITS sebesar
Rp.8,935juta. Jika BKT tersebut kemudian dikurangi BOPTN yang diperoleh ITS,
maka tarif UKT maksimal ITS adalah Rp.7,5 juta.
Menurut informasi yang
diperoleh darirektorat, ITS berencana menerapkan sistem UKT berjenjang yang
terdiri atas 8 kategori, yaitu :
· Kategori
1 tidak dikenakan tarif UKT.Kategori ini untuk mahasiswa yang masuk melalui
program bidikmisi.
· Kategori
2 dikenakan tarif UKT sebesarRp.500 ribu.
· Kategori
3 dikenakan tarif UKT sebesarRp.1 juta.
· Kategori
4 dikenakan tarif UKT sebesarRp.2,7 juta
· Kategori
5 dikenakan tarif UKT sebesarRp.4 juta
· Kategori
6 dikenakan tarif UKT sebesarRp.5 juta
· Kategori
7 dikenakan tarif UKT sebesarRp.6 juta
· Kategori
8 dikenakan tarif UKT sebesarRp.7,5 juta
Prosentase mahasiswa
yang akan masuk dalam kategori tersebut akan ditentukan melalui proses
verifikasi berdasarkan parameter-parameter tertentu. Namun
sejatinyakategori-kategori tersebut masih berupa rencana yang diajukan ITS.
Seluruhketetapannya menunggu kepastian dan persetujuan dari DIKTI dan peraturan
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan yang sejatinya dijanjikan selesai tanggal 25
Maret2013.
Pada dasarnya, jika
melihat perumusan formulasi UKT, maka sejatinya kita sepakat bahwa kebijakan
UKT ini sangat bergantung kepada BOPTN. Namun entah mengapa hingga saat ini
BOPTN tidak kunjung turun. Hal ini menyebabkan keuangan ITS mengalami defisit
sebesar Rp.39 Milyar. Selain itu, terdapat pula kesaksianlain dibidang keuangan
ITS bahwa penyusunan anggaran BOPTN untuk tahun ini yang dilakukan pada bulan
Oktober 2012 yang lalu, tidak mempertimbangkan transisi menuju UKT. Maka secara
ideal bisa dipastikan bahwa untuk tahun ini defisit ITS tidak akan tertutupi oleh
BOPTN. Hal ini berdampak kepada adanya kemungkinan besar penghapusan
kegiatan-kegiatan kemahasiswaan dan program lainnya yang biasanya diperoleh
melalui dana SPI.
Pendapat Masyarakat
Mengenai KebijakanUKT
Padatanggal 31 Maret
2013 yang lalu, BEM ITS mengadakan aksi simpatik dan jaring aspirasi ke
masyarakat Surabaya tentang kebijakan UKT. Aksi ini didahuluidengan aksi
simpatik dan kemudian dilakukan pencerdasan ke masyarakat. Kegiatan ini ditutup
dengan jaring aspirasi dan penyebaran kuisioner secara random.
Hasilnya, kebijakan
UKT ini nyatanya masih belum dirasa ‘membumi’ oleh sebagian masyarakat
Surabaya. Sebesar 55,56% masyarakat masih belum mengetahui kebijakan UKT yang
akan dilaksanakan pada tahun akademik 2013/2014. Sisanya telah mengetahui melalui
media cetak dan social media di dunia maya. Selain itu,72,3% menyatakan tidak
setuju dengan penerapan sistem UKT dan 80,55% lebih menyukai sistem pembayaran
SPP non UKT.
Waktu transisi
persiapan implementasi UKT sudah semakin sempit. Belum lagi seluruh Perguruan
Tinggi masih rancu dan menunggu kepastian hukum yang dijanjikan olehMenteri
Pendidikan dan Kebudayaan.
Kritisasi Kebijakan
UKT
1. Adanya beberapa
pelanggaran administratif hukum dalam regulasi kebijakanUKT ini, yaitu :
a. Terbitnya Surat
Edaran Dirjen Dikti No. 21/E/T/2012 tertanggal 4 Januari 2012, No.
305/E/T/2012 tertanggal 21 Feb 2012, dan No. 488/E/T/2012 tertanggal 21
Maret 2012 tidak memiliki landasan hukum. Hal ini dikarenakan Surat Edaran
tersebut terbit sebelum Undang-Undang No.12 Tahun 2012 tentang Pendidikan
Tinggi yang dijadikan landasan kebijakan UKT. UU PT sendiri,terbit pada tanggal
10 Agustus 2012.
b. Adanya proses
abnormal dalam penyusunan pola regulasi hukum terhadap kebijakan UKT. Hal ini
ditandai dengan munculnya Surat Edaran sebelum diterbitkannya Peraturan
Menteri atau regulasi hukum lainnya yang lebih mengikat di bawah Undang-Undang.
Pada dasarnya, Surat Edaran tidak bersifat mengikat dan hanya bersifat himbauan
yang boleh tidak dilaksanakan oleh PTN. Namun muncul statement ancaman yang
berlandaskan kekuasaan oleh Dirjen Dikti bahwa jika ada PTN yang tidak siap
mengimplementasikan UKT, maka BOPTN tidak akan dicairkan ke PTN tersebut. Dalam
hal ini kita juga perlu mempertanyakan bagaimana substansi Peraturan Menteri
yang dijanjikan akan selesai tanggal 25 Maret 2013. Disinyalir Peraturan
Menteri ini hanya bersifat menetapkan hal-hal teknis dalam pengimplementasian
kebijakan UKT.
c. Jika berdasarkan
Surat Edaran Dirjen Dikti Nomor 97/E/KU/2013 tertanggal 5 Februari2013, maka
jelas bahwa objek penerapan kebijakan ini hanya diperuntukkan bagi S1 Reguler.
Namun faktanya, Diploma juga turut dilibatkan dalam implementasi kebijakan UKT.
2. Jika menilai dari
formulasi kebijakan UKT, maka kita dapat menyimpulkan :
a. Kebijakan ini
sangat tergantung kepada BOPTN. Padahal BOPTN itu sendiri terjebak dalam
prosedural administratif yang birokratis dipemerintah pusat. Faktanya, banyak
BOPTN di PTN yang tidak cair tepat waktu. Hal ini membuat pengelolaan operasional
Perguruan Tinggi kurang adaptif.
b. Kebijakan ini akan
berpihak kepada Perguruan Tinggi yang memang sudah besar dan baiknamun tidak
memberikan pembinaan kepada Perguruan Tinggi yang kecil. Hal ini bisa dinilai
dari kesesuaian BKT dan BOPTN. BKT yang tinggi tentu memiliki konsekuensi BOPTN
yang besar, Sedangkan perumusan BKT tergantung kepada parameter-parameter
tertentu yang tidak mendukung Perguruan Tinggi yang kecil.
3. Perlu kita ketahui
bersama bahwa sebenarnya tanggal 2 Juni 2012 dilakukan rapat oleh Dikti bersama
para Rektor PTN untuk mensosialisasikan perumusan BOPTN dalam konteks transisi
menuju UKT. Namun, perancangan BOPTN untuk tahun 2013 disusun pada Bulan
Oktober 2012. Pada saat penyusunan tersebut, belum diketahui berapa besaran tarif
UKT yang akan dikenakan untuk setiap PTN. Sehingga hal ini dapat membuat
terjadinya defisit pada finansial di PTN walaupun BOPTN telah cair. Hal ini
dapat mencerminkan bahwa sejatinya terdapat keterlambatan perumusan kebijakan
tentang UKT.
4. Perumusan parameter
untuk mengklasifikasikan kemampuan orang tua dalam membayar tarif UKT masih
dipertanyakan. Mampukah merepresentasikan sebuah keadilan?
5. Berapa tarif UKT
yang ditetapkan diawal oleh ITS sebelum dilakukan proses verifikasi? Akankah
ITS mengambil tarif tertinggi atau terendah? Butuh kejelasan mengenai hal itu.
6. Muncul pernyataan
bahwa iuran IKOMA dan iuran-iuran lainnya yang tidak termasuk dalam biaya
operasional masih tetap akan diberlakukan. Apakah dibenarkan hal yang demikian
mengingat tujuan dari kebijakan UKT adalah merampingkan seluruh biaya kuliah
menjadi satu pintu tanpaada biaya-biaya lain.
7. Penerapan kebijakan
UKT ini nyatanya hanya setengah hati. Hal ini ditandai denga masih
diperbolehkannya jalur masuk kemitraan yang otomatis terdapat penarikan biaya
SPI dalam nominal yang besar.
8. Jika membandingkan
antara sistem SPP saat ini dengan sistem UKT, maka dapat kita peroleh bahwa
sistem UKT akan memberatkan bagi mahasiswa yang waktu tempuh kuliahnya melebihi
8 semester. Jika kita analogikan bahwa sistem UKT merupakan seluruh biaya dari
sistem saat ini SPP dan SPI yang dibagi 8 semester, maka jika terdapat
mahasiswa yang waktu tempuh kuliahnya melebihi 8 semester, secara otomatis bisa
dikatakan bahwa ia membayar SPI baru. Seharusnya SPI tersebut sudah selesai
dalam arti dicicil hingga 8 semester. Faktanya, di ITS masih banyak beberapa
prodi tertentu yang rata-rata kelulusannya melibihi 8 semester.
9. Benarkah kebijakan
UKT lebih mempermudah pembiayaan uang kuliah untuk masyarakat? Sejatinya, UKT
memang mempermudah diawal karena tidak ada uang pangkal yang besar. Namun untuk
mengantisipasi beratnya pembiayaan diawal, ITS menerapkan kebijakan penundaan
pembayaran SPI yang bisa dicicil hingga beberapa semester. Begitu pula dengan
SPP yang bisa ditunda pembayarannya. Akan tetapi, jika diberlakukan sistem UKT,
maka tidak akan ada lagi penundaan karena UKT merupakan biaya wajib yang harus
segera dibayarkan (tepat waktu). Selain itu, tidak adanya penundaan juga untuk
menjaga stabilitas sistem keuangan di ITS sebagai tindakan preventif ketika
BOPTN tidak cair tepat waktu. Jika demikian, boleh dikatakan bahwa kebijakan
UKT ini sebenarnya lebih mempermudah masyarakat dengan ekonomi menengah ke atas
dan menyengsarakan masyarakat dengan ekonomi menengah ke bawah.
10. Entah mengapa kebijakan ini seakan-seakan
harus diimplementasikan di tahun ini. Padahal menurut hasil survei, masih
banyak masyarakat umum yang belum mengetahui tentang kebijakan UKT ini. Dalam
sebuah kebijakan, tentu saja harus dilakukan sosialisasi secara intensif
terlebih kepada kebijakan yang bersinggungan langsung dengan masyarakat.bagi Kamu yang ingin kuliah di perguruan
tinggi negeri, pasti mendengar yang namanya Uang Kuliah Tunggal (UKT) atau
Biaya Kuliah Tunggal (BKT). Namun kamu belum familiar dengan yang namanya “UKT
dan BKT” ini padahal kalian harus sudah menggunakan sistem ini jika kuliah di
PTN. Apa itu sebenarnya BKT dam UKT? Kita kita akan bahas satu-satu secara
lengkapnya. Jangan khawatir, yuk mengenal apa itu UKT & BKT
Mengenal UKT dan BKT
Uang Kuliah Tunggal (UKT)
UKT adalah singkatan dari Uang Kuliah Tunggal,
yang merupakan sebuah sistem pembayaran yang saat ini berlaku untuk seluruh
Perguruan Tinggi Negeri (PTN) di Indonesia . Ketentuan ini diberlakukan
berdasarkan Permendikbud No. 55 Tahun 2013 pasal 1 ayat 3, yakni setiap
mahasiswa hanya membayar satu komponen saja per semester. Nah kalau BKT apa?
Biaya Kuliah Tunggal (BKT)
BKT atau yang disebut Biaya Kuliah Tunggal
merupakan biaya keseluruhan operasional keseluruhan per mahasiswa setiap
semesternya pada setiap program studi. Mengingat BKT yang terbilang cukup
mahal, pemerintah memberikan bantuan operasional kepada setiap PTN dalam proses
belajar mengajar yang disebut BOPTN (Bantuan Operasional Perguruan Tinggi
Negeri).
Jadi UKT merupakan hasil dari BKT yang
dikurangi BOPTN.
UKT = BKT – BOPTN.
Lalu, Apa Manfaat UKT bagi Mahasiswa?
UKT berfungsi memberi subsidi silang yang
didasarkan pada kondisi ekonomi dan sosial orang tua/wali setiap mahasiswa.
Jadi sistem ini mengacu kepada pendapatan orang tua mahasiswa, semakin tinggi
pendapatan orang tua maka semakin tinggi pula UKT yang harus dibayar,
sebaliknya semakin rendah penghasilan orang tua maka semakin rendah pula biaya
UKT yang harus dibayarkan. Diharapkan dapat memberikan dampak pemerataan untuk
setiap mahasiswa dan membantu mahasiswa yang berasal dari keluarga kurang
mampu.
Bagaimana Cara Menentukan Besaran UKT?
UKT ditentukan berdasarkan penghasilan orang
tua. Sebelum memasuki perkuliahan, calon mahasiswa akan disuruh untuk mengisi
form online untuk menentukan nilai nominal UKT. Nilai UKT ditinjau dari
pendapatan orang tua/bulan, gaji & tunjangan, luas tanah, banyak rumah,
banyak mobil, banyak motor, juga pengeluaran seperti biaya hidup, biaya
pendidikan anak dan sebagainya.
UKT Dibagi Menjadi Dua
UKT Berkeadilan
UKT berkeadilan, yaitu UKT yang ditentukan
setelah mengisi form jadi ada beberapa kategori besarannya, dimulai dari
kategori paling kecil Rp. 500 hingga kategori terbesar mencapai puluhan juta
rupiah.
UKT Penuh
UKT penuh, bagi yang tidak ingin mengisi
form-nya bisa langsung mengambil UKT penuh sehingga akan mendapat kategori
paling besar.
Kapan UKT di bayar?
UKT dibayarkan setiap memulai awal semester
baru. Dan TIDAK ADA lagi pemungutan biaya untuk gedung, SOP, BOP, SPMA, biaya
KKN, wisuda, dll. Itu dikarenakan sudah diintregasikan di dalam UKT. Jadi kalau
ada pemungutan biaya di atas, pertanyakanlah kepada dekan atau orang-orang
terkait. Semoga membantu.
0 comments:
Post a Comment